Jumat, 15 Februari 2013

900 km Perjalanan Dinas Hayam Wuruk



900 KM RUTE RAJA MAJAPAHIT;
MENAPAKI JEJAK-JEJAK KEBESARAN KERAJAAN MAJAPAHIT, MENYEMAIKAN KESADARAN BERBANGSA






     







Oleh:
Agustiar Saifudin, S.Pd
 SMAN 1 Probolinggo



Karya Tulis Disusun dalam Rangka Mengikuti Kegiatan
Lawatan Sejarah Regional tahun 2011, dengan Tema:
“Lawatan Sejarah Sebagai Wahana Integrasi Bangsa”
Tanggal 13-16 Juni 2011







Diselenggarakan oleh
DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA
BALAI PELESTARIAN SEJARAH DAN NILAI TRADISIONAL
YOGYAKARTA

2011

KATA PENGANTAR

Kami mengucapkan rasa syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas limpahan rahmad, taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan penyusunan karya tulis yang berjudul “900 Km Rute Raja Majapahit; Menapaki Jejak-Jejak Kebesaran Kerajaan Majapahit, Menyemaikan Kesadaran Berbangsa”. Karya Tulis ini  disusun dalam rangka mengikuti kegiatan Lawatan Sejarah Regional Tahun 2011 dengan mengunjungi obyek sejarah dan budaya yang telah ditentukan oleh panitia, meliputi beberapa situs sejarah yang ada di Yogyakarta, Jawa tengah dan Jawa Timur.
Kami mengucapkan terima kasih, utamanya kepada penyelenggara kegiatan ini yaitu  Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata  Yogyakarta, kemudian juga Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur yang telah memfasilitasi kami dalam mengikuti kegiatan ini. Kegiatan seperti ini perlu untuk diselenggarakan secara kontinyu dalam rangka menambah pengalaman belajar sejarah bagi para siswa/generasi muda. Pada sisi lain, kami merasa bahwa dengan kegiatan ini akan menambah pemahaman kami selaku guru sejarah sehingga dapat kami terapkan dalam kerangka pengembangan pengajaran sejarah yang lebih menarik. Terakhir kami mengucapkan terimakasih pada Kepala SMAN 1 Probolinggo yang telah mempercayakan pada kami untuk mengikuti kegiatan ini.
Semoga ada nilai manfaat yang dapat dipetik sebagai upaya bersama dari kita yang ingin berpartisipasi dalam pengembangan nilai budaya dan sejarah, utamanya dalam kerangka  menyemaikan kesadaran kehidupan berbangsa, amin.


                                                                                                            Penulis


900 Km Rute Raja Majapahit;
Menapaki Jejak-Jejak Kebesaran Kerajaan Majapahit, Menyemaikan Kesadaran Berbangsa

Agustiar Saifudin, S.Pd
SMAN 1 Probolinggo

Abstrak: Majapahit, salah satu kerajaan Hindu-Budha terbesar yang pernah ada di Indonesia. Kitab Negarakretagama menceritakan tentang perjalanan dinas raja Majapahit Hayam Wuruk sekitar tahun 1359M mengunjungi wilayah dan penduduknya sejauh sekitar 900Km. Beberapa tempat yang dikunjungi, masih bisa dikenali saat ini. Dalam konteks kesejarahan dan Keindonesiaan, keberadaan Kerajaan Majapahit menjadi icon untuk menggugah kembali ingatan masa lalu sebagai sebuah bangsa yang besar. Semua aspek peninggalan Kerajaan Majapahit ini dapat dikaji dan ditelusuri sebagai wahana memperkenalkan nilai-nilai kesejarahan dan intagrasi bangsa.    
   
Kata kunci: Majapahit, integrasi, bangsa

A.   PENGANTAR
Dalam khasanah sejarah Indonesia tercatat bahwa Majapahit adalah nama sebuah kerajaan pada masa Hindu-Budha yang terletak di sekitar Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya, sekitar tahun 1293 M. Kerajaan ini mengalami era keemasan, pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk (1350-1389 M) yang didampingi oleh Maha Patih Gadjah Mada (1331-1364 M). Saat itu, wilayah kekuasaannya tidak hanya di Pulau Jawa, melainkan mencapai hingga seluruh Nusantara.
Kebesaran Kerajaan Majapahit khususnya di Jawa Timur, bisa dibuktikan dari adanya beberapa artefak dan monumen. Beberapa peninggalan sejarah tersebut mempunyai nilai kesejarahan cukup tinggi sebagai wahana pengetahuan tentang masa lalu bangsa Indonesia dan sarana perekat nilai-nilai kebangsaan, namun pada sisi lain seakan kita berpacu dengan waktu terhadap ancaman kerusakan. Mulai dari adanya penggalian tanah yang dijadikan bahan baku batu bata, kurangnya perawatan, hingga hilangnya artefak-artefak yang tersisa.
Sedikit beruntung, masih ada kitab Negarakertagama yang ditulis Mpu Prapanca pada tahun 1561 M, sehingga sedikit banyak dapat digunakan merekontruksi kembali situasi silam Kerajaan Majapahit. Salah satu catatan penting dari Prapanca, berupa perjalanan dinas Raja Hayam Wuruk sekitar September 1359 M mengunjungi daerah-daerah vassal disebelah timur Pulau Jawa.
Nigel Bullough (2005) berhasil menelusuri rute perjalanan Hayam Wuruk, dengan  beberapa temuan antara lain, perjalanan tersebut menempuh jarak cukup panjang hingga melewati sekitar 200 desa, melalui tidak kurang 11 kabupaten yang ada di Jawa Timur, mulai dari Mojokerto, Pasuruan, Lumajang, Jember, Situbondo, Probolinggo, Malang, Jombang, Kediri dan Blitar. Dengan total perjalanan sepanjang 700 Kilometer yang ditempuh dalam waktu 3 bulan dilakukan antara  September hingga Desember tahun 1359.   Sebelumnya pada tahun 1351, dilakukan perjalanan ke arah Barat, beberapa desa dicatat Prapanca dari Mojokerto hingga pantai Lodoyo, Blitar Selatan, sepanjang 200 Km. Jadi total keseluruhan rute Raja Hayam Wuruk sepanjang 900 KM.
Melihat penggalan fakta sejarah tersebut, rute Raja Majapahit sepanjang 900 Km di wilayah Jawa Timur mempunyai banyak potensi terpendam yang pantas dikaji lebih mendalam, baik dalam perspektif pendidikan (education), budaya (culture), ekonomi (economic) dan pariwisata, Dalam konteks kekinian, kiranya keberadaan peninggalan sejarah dari kerajaan Majapahit dapat dijadikan pengalaman kolektif bangsa dalam rangka meretas integrasi bangsa serta modal penanaman “national character building.
MENJADIKAN 900 KM SEBAGAI RUTE SEJARAH
            Sekitar 650 tahun yang lalu di masa keemasan  kerajaan Majapahit, Raja Hayam Wuruk melakukan perjalanan dinas ke wilayah Jawa sebelah timur mengunjungi kerajaan vassal. Menurut catatan Mpu Prapanca dalam naskah Nagarakretagama (1365 M), perjalanan ini melibatkan  rombongan lengkap, diikuti keluarga raja, perwakilan kerajaan mancanegara dan disambut meriah di setiap desa yang dikunjunginya (Mulyana, 2006). Identifikasi nama-nama desa  maupun tempat-tempat penting yang dikunjungi Hayam Wuruk berhasil dilakukan oleh Nigel Bullough dalan bukunya “Napak Tilas Perjalanan Mpu Prapanca” (2005). Melihat rekonstruksi rute tersebut, dan kegiatan raja yang dicatat Prapanca, menguatkan pendapat bahwa perjalanan resmi raja tidak hanya bersifat  social politis, namun juga merupakan lawatan wisata yang lengkap. Raja melihat keindahan gunung dan pantai, mengunjungi candi, mandala, wihara, menerima tamu-tamu asing serta berkesenian dengan rakyat, menari topeng, tayub.  Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lawatan raja  Hayam wuruk merupakan peristiwa bersejarah. Kawasan sepanjang  rute raja ini tampaknya  sengaja dipilih sedemikan indahnya yang membuat raja tidak merasa lelah dan terhibur sepanjang kunjungan kerjanya di daerah-daerah tersebut.
            Kajian mengenai identifikasi toponim lama yang disebut dalam naskah Nagarakertagama  sebenarnya telah dilakukan beberapa ahli, seperti NJ. Krom (1932), Pigeaud (1972), Slamet Mulyana (1972), Amritz Gompertz (2004), namun  identifikasinya berdasarkan studi referensi, sejauh ini hanya  Nigel Bullough yang melakukan studi lapangan memverifikasi toponim kuno yang dilalui Raja Hayam Wuruk. Studi lapangan ini juga didukung oleh epigrafis, naskah kidung dan perjalanan Bujanggamanik yang melewati desa-desa di Jawa Timur pada akhir Majapahit (Hanan, makalah, 2010).
            Beberapa nama desa atau tempat tertentu  belum berhasil identifikasi. Hal ini dikarenakan nama-nama kuna tersebut sudah hilang atau berganti nama yang baru sama sekali, sehingga penduduk sekarang tidak mengenali sama sekali. Hasil studi Nigel ini memang perlu dipertajam lagi dengan dukungan data arkeologi. Data historis dan toponimi di lapangan tampaknya perlu diverifikasi dengan situs-situs yang dulu pernah ada maupun situs yang masih tersisa. Seperti diketahui, dari hasil wawancara dengan penduduk desa menunjukan bahwa situs Majapahit di dalam maupun diluar keraton mengalami penghancuran yang laur biasa, akibat ulah manusia. Banyak bangunan batu bata yang tinggal cerita. Sebagian besar,  bata candi dibongkar untuk di jual dengan harga yang tidak sebanding dengan  hilangnya data Majapahit yang tak tergantikan. Oleh karena itu pendokumentasian potensi warisan budaya Majapahit sepanjang  rute raja tersebut mendesak untuk dilakukan, melalui studi pustaka maupun survai langsung kelapangan.
 Masyarakat sepanjang rute Majapahit memiliki sumber budaya berupa situs perkotaan (town-sites), bekas ibu kota kerajan Majapahit yang terletak di Kabupaten Mojokerto. Kebesaran kerajaan Majapahit tampak dalam kitab sastra, seperti Nagarakertagama dan Pararaton, sementara bukti arkeologis sudah banyak yang hilang. Tidak hanya situs di dalam keraton Majapahit, namun situs di luar keraton atau disebut “sepanjang rute  Majapahit”  terus mengalami kerusakan yang berlangsung hingga kini oleh ulah manusia yang justru bermukim di kawasan bersejarah ini. Hal ini memperlihatkan kebijakan pemerintah terhadap pelestarian kawasan selama ini belum berhasil. 
Tampaknya upaya pelestarian  tanpa melibatkan peran serta masyarakat setempat   kurang  memenuhi harapan  semua pihak  pemangku kepentingan  (stakeholder). Masyarakat tidak merasa memiliki, pemerintah kewalahan menghadapi pengerusakan situs, dan para akademisi semakin kehilangan data, seolah berlomba dengan penggali local dalam merekam keberadaan data peninggalan majapahit.  Karena itulah sangat mendesak dirumuskan model pelestarian rute sejarah Majapahit.  
MENGENAL JEJAK SEJARAH MAJAPAHIT DALAM UPAYA MEMBANGUN KESADARAN INTEGRASI BANGSA

            Kerajaan Majapahit, sebagaimana selama ini kita yakini sebagai cikal bakal “bangsa Indonesia” pada masa lalu. Kita bisa menyejajarkan pencapaian kekuasaan Majapahit dengan wilayah Indonesia sekarang ini. Pemerintahan yang kuat dan figur pemimpin, merupakan salah satu faktor keberhasilan suatu kekuasaan. Masa pemerintahan Hayam Wuruk dianggap era kejayaan majapahit karena banyaknya daerah diluar Jawa yang mengakui dan ‘takluk” pada kebesaran Majapahit. Pada pupuh 13 dan 14 Negarakretagama menyebutkan wilayah Majapahit membentang mulai Sumatra, Semenanjung melayu, kalimantan, Sulawesi, Maluku, nusa Tenggara dan daerah pantai Papua Barat. Beberapa negara sahabat disekitar Indo Cina merupakan negara “sahabat” (mitra satata). Selain itu juga hampir tidak ada konflik internal ataupun eksternal dengan daerah-daerah lain, kecuali peristiwa Pasundan-Bubat.
Negarakretagama mencatat pada masa Hayam Wuruk ini terdapat tahun-tahun penting berkaitan dengan kegiatan perjalanan ke beberapa daerah di tlatah Jawa bagian timur, tahun 1353 mengadakan perjalanan ke Pajang, tahun 1357 ke pantai selatan, dimana pada tahun ini pula terjadi peristiwa Pasundan-Bubat dan bersamaan pula kunjungan laksamana Mpu Nala yang bermuhibah ke Dompo. Tahun 1359 perjalanan ke Lumajang, Tarib dan Sampur tahun 1360, tahun 1361 mengunjungi Rabut Palah (Candi Penataran, Blitar) dan pada 1363 Hayam Wuruk mengunjungi Simping (Sumberjati) untuk meresmikan candi untuk pendharmaan eyangnya, Kertarajasa Jayawardhana atau Raden Wijaya. (Munandar, 2008)
Dengan melihat perjalanan dinas Hayam Wuruk tersebut, “kehadiran” pemimpin ditengah-tengah masyarakat ternyata menjadi hal yang penting untuk menjaga integrasi suatu bangsa. Hubungan antara “pusat-daerah” harus terjaga dengan baik. Perjalanan Hayam Wuruk kedaerah sekitar Lumajang tahun 1359 seakan memperjelas upaya Raja Majapahit untuk mendekati daerah-daerah yang berpotensi menimbulkan konflik dengan kekuasaan pusat.
Penduduk Majapahit kebanyakan hidup dengan tertib dan sejahtera. Kondisi yang ideal tersebut kiranya terbantuk jika norma dan aturan / hukum dapat ditegakkan. Pada masa itu, Majapahit telah menerapkan kitab hukum dan perundang-undangan yang sangat dihormati dan ditaati oleh warganya. Prasasti Bendasari yang dikeluarkan pada masa pemerintahan Rajasanagara dan juga Prasasti Trowulan berangka tahun 1358 M, menyebutkan tentang adanya kitab hukum yang dinamakan Kutaramanawa. Isi kitab tersebut berkenaan dengan hukum pidana dan perdata (hampir mirip dengan KUHP). Kitab perundang-undangan itu tentunya bertujuan untuk mengatur dengan baik tata masyarakat, sehingga dalam masa Majapahit tercipta keadaan yang aman dan tenteram
Sepenggal kisah tentang Majapahit tersebut sebenarnya dapat dijadikan semacam contoh sejarah bagaimana menghayati nilai-nilai sejarah dari kehidupan masa lalu. Tidak mustahil jika upaya membangun kesadaran berbangsa dengan berawal dan berpedoman terhadap nilai-nilai sejarah.
Belajar sejarah tidak harus melalui referensi dan berdiam diri membaca buku sejarah di perpustakaan. Mengunjungi dan melihat langsung keberadaan peninggalan sejarah (seperti kegiatan Lawatan Sejarah) sebenarnya menjadi alternatif menarik untuk mengamati secara lebih dalam tentang bagaimana kehidupan masa lalu. Peninggalan sejarah, merupakan bukti keberadaan dan eksistensi kehidupan multidimensi pada masyarakat pada masa lalu. Pengenalan terhadap kehidupan masa lalu suatu bangsa erat kaitannya dengan upaya untuk memperkenalkan sisi historis pada masyarakat kini agar menjadi sadar terhadap sejarah yang berdimensi masa lalu, sekarang dan yang akan datang. Keberadaan peninggalan sejarah merupakan aset yang tinggi nilainya bagi pengungkapan jati diri suatu bangsa, sarana pewarisan nilai kebangsaan dan tentunya menjadi aset sejarah yang menyimpan data dan fakta kehidupan masa lalu dari sebuah bangsa.
            Jejak sejarah kehidupan masyarakat masa lalu, antara lain berupa situs sejarah, merupakan aset bangsa yang tidak ternilai. Keberadaan situs sejarah beserta karakteristik budaya masyarakat masa lalu yang masih ada sampai detik ini harus dilestarikan, dikembangkan dan diharapkan berguna sebagai wahana perekat bangsa. Pusat dari kerajaan Majapahit, termasuk fragmen-fragmen dan peninggalan budaya dibeberapa daerah, termasuk yang ada dalam “rute Majapahit” menjadi peninggalan sejarah yang bisa kita ambil nilai-nilainya dalam konteks kekinian. Melalui pengenalan obyek sejarah dan dikemas secara menarik, diharapkan akan terjadi pembelajaran sejarah yang lebih lebih menarik dan pemahaman kesejarahan (historical consciousness) yang lebih nyata.
            Jejak-jejak sejarah tersebut seakan merupakan rantai penghubung dengan kehidupan sekarang. Dalam konteks kekinian, kehidupan sekarang merupakan kontinyuitas peristiwa sejarah masa lalu yang saling berhubungan. Dalam konteks keindonesiaan, Nilai-nilai kearifan sejarah menjadi penegas arah kehidupan berkebangsaan.
Beberapa pertanyaan berikut barangkali dapat dijadikan bahan renungan:
  1. Dengan cara apa dapat dilakukan untuk mengenalkan secara luas keberadaan situs-situs peninggalan sejarah.
  2. Bagaimanakah menjaga kontinyuitas sejarah dan menampilkan kembali secara menarik supaya masyarakat lebih mengatahui dan paham akan pentingnya peninggalan sejarah masyarakat pada masa lalu
  3. Bagaimana mencari hubungan keterkaitan tentang pengaruh keberhasilan nilai-nilai kemasyarakatan dalam kehidupan berbangsa pada masa lalu terhadap upaya mengangkat nilai-nilai kekinian dalam upaya membangun kehidupan berkebangsaan yang baik.
  4. Apakah hal itu bisa di masukkan secara menarik dalam kurikulum pembelajaran sejarah di sekolah supaya kesadaran sejarah sebagai sebuah bangsa yang besar pada masa lalu tetap terjaga.
  5. Bagimanakah mengembangkan peninggalan sejarah sehingga bermanfaat dalam upaya membangun kesadaran nasional sebagai satu bangsa yang besar.

KESIMPULAN
Kehidupan berkebangsaan Indonesia pada masa lalu dapat dilihat, salah satunya dari keberadaan kerajaan Majapahit. Kerajaan ini merupakan simbolisasi akan kejayaan Indonesia pada masa lalu. Melihat kebesaran kerajaan Majapahit, kita bisa berangan-angan tentang bagaimana kehidupan bangsa Indonesia yang besar, bersatu, aman, makmur, gemah ripah loh jinawi. Upaya membangun sebuah bangsa besar layaknya kerajaan Majapahit, harus diwujudkan, salah satunya dengan memetik nilai sejarah masa lalu. Terlihat bagaimana sinergi pemimpin/penguasa dan masyarakat ketika masa kejayaan majapahit berlangsung. Kita bisa belajar dari Majapahit, misalkan tentang bagaimana pentingnya sang pemimpin (raja dan penguasa) berusaha memahami kehidupan masyarakatnya di daerah dan bisa saling mendekat. Perjalanan dinas Hayam Wuruk ke beberapa daerah pada tahun 1350-an merupakan bukti penting dari pernyataan diatas.
Selain itu sebuah bangsa yang makmur, haruslah memiliki perangkat hukum yang jelas. Yang paling penting adalah bagaimana hukum yang telah dibuat, dapat disepakati dan ditaati bersama. Kitab Kutaramanawa pada masa Majapahit kiranya dapat disamakan dengan produk perundang-undangan pada masa sekarang, khususnya berhubungan dengan hukum pidana.
Menjadi tanggungjawab kita bersama adalah bagaimana menghadirkan kembali nilai-nilai kesejarahan tersebut dalam konteks kekinian. Sisa-sisa kehidupan bangsa Indonesia, seperti Majapahit masih bisa kita temui saat ini, dengan kondisi yang tidak lengkap, sepotong-sepotong, tersebar di beberapa tempat dan rentan terhadap kerusakan atau hilang. “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai masa lalunya”, demikian kira-kira kata mutiara yang sesuai dengan konteks tersebut. Artinya, Kita harus belajar tentang sejarah untuk mewujudkan kehidupan kebangsaan yang lebih baik saat ini. Kerajaan Majapahit menjadi ingatan kolektif bangsa Indonesia yang dapat kita jadikan pengingat untuk mewujudkan integrasi bangsa. Melalui studi sejarah, kita bisa mewujudkan kesadaran sejarah sebagai sebuah bangsa.



DAFTAR PUSTAKA


Agus Aris Munandar. 2008. Ibukota Majapahit, Masa Kejayaan dan Pencapaian. Jakarta: Komunitas Bambu.

Denys Lombard. 2005 (cet. ke-3). Nusa Jawa Silang Budaya, Jaringan Asia. Jakarta: Pustaka PT. Gramedia Pustaka Utama.

Hadi Sidomulyo/Nigel Bulough. 2005. Napak Tilas Pejalanan Mpu Prapanca, Jakarta: Pustaka Widya

Hanan Pamungkas. 2010. Potensi Wisata 900 Km Rute Majapahit. Surabaya (makalah)

Pegaud, Th. 1972. Tantu Panggelaran: Java in the Fourteeth Century, Hague: Martinus Nijhoff.

Slamet Mulyana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (Sejarah Kerajaan Majapahit). Yogyakarta: PT. LKIS Pelangi Aksara.

________ 2006. Tafsir Sejarah Nagarakretagama. Yogyakarta: PT. LKIS Pelangi Aksara.




PERJALANAN RAJA HAYAM WURUK
Pengembangan ‘Heritage Trail’ di tingkat Kabupaten (Bullough, 2009)

Rute perjalanan Raja Hayam Wuruk tahun 1359 dan 1361 melewati wilayah yang sekarang diwakili 11 kabupaten, yaitu:

Tahun 1359
Mojokerto, Pasuruan, Malang, Probolinggo, Lumajang, Jember, Bondowoso, Situbondo

Tahun 1361
Mojokerto, Jombang, Kediri, Blitar

Tempat lain yang dikunjungi Hayam Wuruk:

Tahun 1353
Perjalanan ke Pajang, melewati Nganjuk, Madiun dan Ngawi. Seandainya mengikuti jalan di sebelah selatan Gunung Lawu, akan melalui Ponorogo juga.

Tahun 1354
Perjalanan ke Lasem, menyisir pantai utara. Tentunya rute perjalanan melewati wilayah kabupaten Lamongan dan Tuban.

Tahun 1357
Perjalanan ke pantai selatan, termasuk Lodaya, Tetor dan Sideman. Tempat yang disebut terakhir ini mungkin terletak di kabupaten Tulungagung.

Tahun 1360
Berburu di Tirib dan Sempur. Tempat-tempat ini belum diidentifikasikan, tetapi mungkin terletak di daerah Lamongan.

Disebutkan juga kunjungan ke Sima, Wewe, Pikatan dan Candilima, yang semua terletak di sebelah timur dan tenggara Trowulan, di kabupaten Mojokerto.
Selain itu, terdapat informasi tentang kunjungan ke wilayah Kadhiri (Daha, Polaman, Kuwu, Linggamarabangun), serta Balitar, Jimur, Silahrit dan Palah (Candi Panataran).
Adapun di Janggala Raja Hayam Wuruk sering berkunjung ke Surabhaya, sebelum melanjutkan perjalanan ke Buwun (Bawean?).
Demikian jumlah kabupaten di Jawa Timur yang dapat dihubungkan langsung dengan perjalanan Raja Hayam Wuruk adalah 16, bahkan mungkin 18 atau 19.


Rute Raja Majapahit 1359 M



 


















Rute Raja Majapahit 1361 M

Tidak ada komentar: